Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

DWI PUTRI RAHMAWATI

0806319860

FISIP-Ilmu Komunikasi

Review Article “Integrasi Sosial”

Tak Seharusnya Etnis Tionghoa Dimarginalkan

Indonesia memiliki kebudayaan yang beranekaragam di masing-masing daerah. Maka, wajar saja bahwa keanekaragaman tersebut dapat menarik bangsa lain untuk memilikinya. Banyak dari bangsa lain yang datang untuk menetap dan hidup di Indonesia. Hal itu dikarenakan mereka sangat antusias dengan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Sehingga, tidak heran jika karya budaya Indonesia mengalami perubahan akibat bercampurnya budaya Indonesia dengan budaya bangsa lain.

Pada artikel yang Penulis angkat, etnis Tionghoa di Indonesia selalu menjadi kaum minoritas yang termaginalkan. Berbagai tindakan yang mengarah pada penganiayaan ras, sering kali terjadi pada orang-orang keturunan China yang umumnya muncul mulai dari pelecehan ringan yang berupa ejekan sampai pada pembantaian masal oleh pemerintah Indonesia ketika rezim orde baru berkuasa.

Kondisi seperti ini sangat memilukan bangsa Indonesia. “Bhinneka Tunggal Ika” yang selama ini diagung-agungkan, ternyata hanyalah omong kosong. Berbagai perbedaan yang ada justru tidak menjadikan bangsa Indonesia yang satu dan utuh. Hal ini menimbulkan perpecahan dan penganiayaan ras-ras minoritas oleh ras-ras mayoritas. Jika kita tengok ke belakang, banyak jumlah kebudayaan kita yang merupakan hasil dari asimilasi budaya antara budaya China dengan budaya asli Indonesia, khususnya budaya di pulau Jawa. Sebagai contoh, seni budaya barongan adalah penjelmaan dari seni budaya barong yang sudah lama dikenal dan dimainkan di Negeri China. Asimilasi budaya ini juga terlihat jelas pada upacara pemakaman dan perayaan hari-hari besar agama islam di Indonesia.

Pada zaman dahulu, jauh sebelum munculnya Budi Utomo, orang-orang China dan keturunan China ikut terlibat dalam berperang melawan Belanda di Indonesia. Pada masa peperangan Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda, sebagian besar pasukan yang dimiliki Pangeran Diponegoro adalah orang-orang China dan keturunan China. Ada satu kenyataan menarik lainnya tentang orang-orang China yang mendarat di pulau Jawa. Pada zaman dahulu, agama islam di pulau Jawa, diperkenalkan dan disebarkan oleh pedagang China. Perjalanan Laksamana Cheng Ho yang selain berdagang ke Indonesia, juga memperkenalkan dan menyebarkan islam kepada pribumi pulau Jawa yang mayoritas penduduknya masih beragama Hindhu dan Budha.

Tidak seharusnya etnis Tionghoa dimarginalkan sebab mereka merupakan bagian dari kebudayaan kita dan bagian dari perjuangan kita dalam melawan penjajah Belanda serta bagian dari menyebarnya agama islam di pulau Jawa. Seharusnya, kita mengajak mereka untuk bersatu, bukan justru menyudutkan mereka. “Bhinneka Tunggal Ika” seharusnya dapat membuat kita melihat mereka sebagai satu kesatuan yang utuh dari bangsa kita.

Kebersamaan yang kita bangun dan rasa nasionalisme yang kita junjung tinggi dalam diri kita masing-masing merupakan suatu jalan untuk mengembalikan integrasi nasional kita dan memajukan Indonesia. Dengan kemajuan bagi Indonesia maka kita sebagai masyarakat yang hidup di dalam Negara Indonesia akan menjadi masyarakat yang maju dan memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang utuh. Integrasi nasional yang dimaksud adalah kesatuan dan persatuan Negara. Oleh sebab itu, kita sebagai bangsa asli Indonesia harus menghargai etnis Tionghoa dan tidak sepatutnya mereka menerima perlakuan yang tidak adil dari bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar