Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

Tumbuhnya Kapitalisme di Era Globalisasi

Indonesia merupakan bertemunya imperialisme lama dengan imperialisme baru, dimana Indonesia memiliki kekayaan alam seperti tembaga, emas, minyak, kayu, keahlian, dan sumber daya manusia. Akan tetapi, semua kekayaan alam milik Indonesia ini dikuasai oleh bangsa Barat selama beratus-ratus tahun. Menurut Pramoedaya Ananta Toer, hal ini dapat terjadi dikarenakan Indonesia tidak memiliki karakter pada elit. Merek-merek barang terkenal dibuat di negara-negara miskin dengan upah yang sangat rendah, bahkan buruh-buruhnya dianggap sebagai budak oleh bangsa Barat. Barang-barang yang bermerek ‘Nike’ di luar negeri itu upahnya lebih tinggi dari pada barang-barang ‘Nike’ yang dibuat di Indonesia. Upah para buruh hanya Rp 9000,00 per hari. Di sisi lain, perusahaan sangat diuntungkan dengan usaha para buruh yang bekerja untuknya. Mereka tinggal ditempat-tempat yang tidak memenuhi standar kelayakan untuk dihuni. Mereka sering terjangkiti penyakit akibat lingkungan rumah mereka yang kurang kondusif, kekurangan air bersih, dan banyak anak-anak yang kekurangan gizi. Para buruh Indonesia pun mendapat perlakuan yang kurang baik dari perusahaan-perusahaan di tempat mereka bekerja. Mereka bekerja dengan alat-alat yang masih sangat sederhana. Semuanya dikerjakan secara manual, didalam gedung dengan suhu berkisar antara 40oc tanpa AC. Sedangkan para bos-bos duduk dengan nyaman diruangannya yang ber-AC tersebut. Jam kerja para buruh pun melebihi jam kerja yang telah ditetapkan. Ada yang bekerja hingga 24 jam setiap harinya. Hal tersebut sangat bertentangan dengan kode etik perusahaan. Bagi mereka yang terkadang menolak untuk menambah jam kerjanya, terkadang mendapat perlakuan yang kurang baik dari para personel perusahaan ditempat mereka bekerja. Walaupun demikian, rakyat Indonesia masih dapat menerima dengan ikhlas. Hal ini disebabkan karena kemiskinan yang melanda Indonesia. Kemiskinan tersebut yang membuat bangsa Indonesia mau melakukan apapun demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Demikianlah dampak globalisasi yang dirasakan oleh masyarakat miskin Indonesia. Sedangkan dampak positifnya dirasakan oleh para kelompok elit di Indonesia. Kekayaan mereka yang semakin bertambah, membuat mereka hidup dengan bergelimangan kekayaan. Tanpa mereka tahu bahwa diluar sana 70 juta orang hidup dengan keterbatasan ekonomi.

Globalisasi masuk ke Indonesia menimbulkan jurang pemisah dan ketimpangan yang sangat luas antara miskin dengan kaya. Dalam hal ini, pihak yang sangat diuntungkan dengan masuknya globalisasi di Indonesia yaitu kelompok kapitalis dan kelompok-kelompok pengusaha kaya yang dengan bebas membangun perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Soekarno, ia sangat menolak Bank Dunia maupun IMF masuk ke Indonesia. Menurutnya, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan ekonominya karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah yang dapat diolah dan Indonesia mampu untuk berdiri sendiri secara mandiri. Namun, globalisasi masuk dengan sangat mudahnya ketika Soeharto naik tahta menjadi presiden Indonesia. Bangsa Indonesia menyebutnya sebagai pembunuh berdarah dingin. Karena akibat ulahnya lah bangsa Indonesia menjadi menderita seperti saat ini. Kediktatorannya selama 30 tahun telah membuatnya mengeruk banyak keuntungan dari bangsa Indonesia yang saat ini hutang-hutang tersebut menjadi tanggung jawab dari bangsa Indonesia. Korupsi sangat banyak terjadi pada masa pemerintahannya. Korupsi tersebut hanya menyenangkan kroni-kroninya dan para pengikutnya. Benar dikatakan bahwa globalisasi menyebabkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Akibat adanya kebebasan tersebut, para kapitalis dapat mengeruk kekayaan yang sebanyak-banyaknya dari rakyat Indonesia. Sedangkan kelompok yang dirugikan adalah kelompok masyarakat miskin Indonesia. Globalisasi menimbulkan Indonesia memiliki hutang dan melahirkan kesengsaraan, pengangguran, krisis, dan banyak perusahaan negara yang diprivatisasi. Akibatnya, rakyat harus membayar mahal untuk kesehatan dan pendidikan. Uang hutang yang dicuri oleh keluarga Soeharto harus dibayar kembali oleh para rakyat Indonesia, termasuk anak-anak. Keluarga miskin tersebut lah yang harus melunasi hutang-hutang Indonesia. Sebagai rakyat miskin, kita tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima nasib kita. Kita tidak mempunyai kekuatan seperti para penguasa tersebut untuk menolak ataupun memberontak. Pemerintah menyusun propaganda anti gerakan turun ke jalan untuk menjauhkan dukungan publik kepada pengunjuk rasa. Seharusnya WTO, IMF, dan Bank Dunia dibubarkan dan digantikan dengan perdagangan dan lembaga-lembaga pembangunan yang sejati secara demokratis dapat dipercaya. Menghapus hutang yang telah melibatkan bangsa Indonesia menjadi miskin dan terserang penyakit.

Globalisasi telah menciptakan ketidak adilan dan diskriminasi. Contohnya, menjadikan buruh negara dunia ketiga sebagai tempat pengolahan ekonomi. Para buruh tersebut menjadi korban eksploitasi karena pengangguran meningkat dan Indonesia yang tertimpa krisis ekonomi. Alhasil hak asasi manusia menjadi tertindas. Rakyat Indonesia yang mulai menyadari hal tersebut menggelar aksi protes ke jalan yang menyerukan anti globalisasi. Bukan integrasi yang terjadi melainkan disintegrasi. Rakyat mulai menyadari bahwa globalisasi tidak menguntungkan bagi mereka. Globalisasi hanya menguntungkan para penguasa saja. Lahan-lahan pertanian yang mereka garab bukan mengenyangkan diri mereka melainkan mengenyangkan perut para penguasa. Di sini masyarakat miskin menuntut orang-orang kaya tersebut yang menyebabkan disintegrasi antara si kaya dan si miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar