Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

Komunikasi dan Sensifitas Agama Tinggi di Kalangan Masyarakat Bawah

DWI PUTRI RAHMAWATI NILAI: A

0806319860

ADVERTISING

Komunikasi dan Sensifitas Agama Tinggi di Kalangan Masyarakat Bawah

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. [1]Menurut Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Anwar arifin (1988:17), komunikasi merupakan suatu konsep yang multi makna. Makna komunikasi dapat dibedakan berdasarkan Komunikasi sebagai proses sosial Komunikasi pada makna ini ada dalam konteks ilmu sosial. Dimana para ahli ilmu sosial melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikasi yang secara umum menfokuskan pada kegiatan manusia dan kaitan pesan dengan perilaku.

Sedangkan, menurut Harorl D. Lasswell (1960), Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?). Sebagai contoh, komunikasi antara guru dengan muridnya. Guru sebagai komunikator harus memiliki pesan yang jelas yang akan disampaikan kepada murid atau komunikan. Setelah itu guru juga harus menentukan saluran untuk berkomunikasi baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (media). Setelah itu, guru harus menyesuaikan topik/diri/tema yang sesuai dengan umur si komunikan, juga harus menentukan tujuan komunikasi atau maksud dari pesan agar terjadi dampak (effect) pada diri komunikan sesuai dengan yang diinginkan.

Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud memberikan dampak (effect) kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator. Yang memenuhi 5 unsur; who, says what, in which channel, to whom, dan with what effect.

Gambar berikut menggambarkan apa yang dinamakan model universal komunikasi. Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa.


Penggunaan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar). Seseorang mengirimkan pesan ketika ia berbicara, menulis, atau memberikan isyarat tubuh. Seseorang menerima pesan dengan mendengarkan, membaca, membaui, dan sebagainya.

Namun, ketika kita mengirimkan pesan maka kita juga menerima pesan. Kita menerima pesan kita sendiri (kita mendengar diri sendiri, merasakan gerakan sendiri, dan melihat banyak isyarat tubuh kita sendiri) dan kita menerima pesan dari orang lain (secara visual, melalui pendengaran, atau bahkan melalui rabaan dan penciuman). Ketika kita berbicara dengan orang lain, kita memandangnya untuk mendapatkan tanggapan (untuk mendapatkan dukungan, pengertian, simpati, persetujuan, dan sebagainya). Ketika kita menyerap isyarat-isyarat non-verbal ini, kita menjalankan fungsi penerima.

Dalam ilmu komunikasi, tindakan menghasilkan pesan (misalnya, berbicara atau menulis) sebagai enkoding (encoding). Dengan menuangkan gagasan-gagasan kita ke dalam gelombang suara atau ke atas selembar kertas, kita menjelmakan gagasan-gagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi, kita melakukan enkoding.

Tindakan menerima pesan (misalnya, mendengarkan atau membaca) sebagai dekoding (decoding). Dengan menerjemahkan gelombang suara atau kata-kata di atas kertas menjadi gagasan, kita menguraikan kode tadi. Jadi, kita melakukan dekoding.

Oleh karena itu, kita menamai pembicara atau penulis sebagai enkoder (encoder), dan pendengar atau pembaca sebagai dekoder (decoder). Seperti halnya sumber-penerima, enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa kita menjalankan fungsi-fungsi ini secara simultan. Ketika kita berbicara (enkoding), anda juga menyerap tanggapan dari pendengar (dekoding).

Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra kita. Walaupun biasanya kita menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis), ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Kita juga berkomunikasi secara nonverbal (tanpa kata). Sebagai contoh, busana yang kita kenakan, seperti juga cara kita berjalan, berjabatan tangan, menggelengkan kepala, menyisir rambut, duduk, dan. tersenyum. Pendeknya, segala hal yang kita ungkapkan dalam melakukan komunikasi.

REFERENSI

Joseph A. Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books, Jakarta.

Larry King, Bill Gilbert, 2002, Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja (editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

LOGO Keluarga Berencana (KB) = Dua Anak Lebih Baik

Rounded Rectangle: Dua   Anak Lebih Baik


Penjelasan Flyer:

Sekarang slogan Keluarga Berencana (KB) berubah dari ”Dua Anak Cukup” menjadi ”Dua Anak Lebih Baik”. Perubahan slogan tersebut disebabkan karena HAM.

Program KB sebenarnya digunakan untuk mengatasi dampak negatif dari berbagai sektor, seperti masalah kesehatan, pendidikan, pangan, dan sebagainya. Bukan hanya sebagai sarana pengaturan kelahiran dengan menggunakan berbagai alat kontrasepsi. Secara makro, semakin banyak memiliki anak maka kebutuhan pangan yang harus dipenuhi akan melonjak karena permintaan semakin meningkat hargapun semakin melambung tinggi.

Masyarakat kurang mampulah (miskin) yang justru menerapkan program KB karena mengingat kemampuan ekonominya. Dari sisi pribadi, tentu saja masyarakat yang berkecukupan (kaya) tidak akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya. Akan tetapi, bagaimana dengan daya tampung lingkungan? Inilah yang patut kita sadari. Semakin banyak anak maka kebutuhan hidup menjadi semakin banyak pula. Setiap anak membutuhkan makan, sekolah, dan sebagainya.

Masalah pendidikan juga sangat berpengaruh. Setiap anak membutuhkan pendidikan, artinya mereka membutuhkan sekolah/belajar. Anak orang kaya yang banyak ini akan ’mengambil’ jatah bangku sekolah anak lain. Sementara kemampuan pemerintah menyediakan sarana pendidikan sangat tidak seimbang. Memangnya jika kaya, kemudian membuat sekolah sendiri?

Perjalanan gerakan KB di Indonesia sudah sangat lama. KB telah ada sejak tahun 1957-an, menyusul berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) di tahun 1952. Sejak zaman pemerintahan Soeharto, gerakan KB sudah dikampanyekan dengan memiliki dua anak saja. Namun sekarang redaksional gerakan KB diubah sedikit menjadi ”Dua Anak Lebih Baik” demi tidak melanggar HAM. Mengapa demikian? Karena gerakan KB pasalnya tidak diperbolehkan menabrak konsep HAM dan tidak boleh ada unsur paksaan. Partisipasi masyarakat yang rendah menyebabkan program KB kurang sukses untuk dilaksanakan.



[1] Prof. Dr. Hafied Cangara, M. Sc., Pengantar Ilmu Komunikasi, 1998, hal 20 dan Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2005, hal 62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar