Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

The Need for Relatedness Itu Kebutuhan Interpersonal

The Need for Relatedness Itu Kebutuhan Interpersonal

Setiap individu di dunia ini pasti membutuhkan orang lain. Mengapa? Karena kita adalah manusia, dan manusia adalah mahluk sosial. Menurut Baumeister & Leary (1995), pada dasarnya setiap manusia memang memiliki sejumlah kebutuhan interpersonal. Kebutuhan interpersonal adalah kebutuhan untuk saling berhubungan satu sama lain dengan orang lain. Kebutuhan ini merupakan bagian dari kebutuhan psikososial yang disebut sebagai the need for relatedness.

The need for relatedness mengacu kepada kebutuhan menjadi bagian dari sebuah komunitas, sebuah kelompok, sebuah keluarga, untuk terkoneksi dengan orang lain, untuk saling berinteraksi dengan orang-orang, punya sahabat dan teman – need for affiliation, dan memiliki keterikatan – need for attachment dengan orang lain, dan terutama untuk mengalami keakraban, hubungan yang hangat, keintiman, dan kedekatan sebagai pribadi – need for intimacy. (Westen, 2005, Psychology, 4th edition).

Kebutuhan-kebutuhan tersebut selain perlu untuk dapat dipenuhi secara benar, juga membutuhkan media untuk mengekspresikannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut secara benar, maksudnya dilakukan secara baik, dengan orang-orang yang baik juga, dan dalam porsi yang pas akan membuat sebagai pribadi kita menjadi sehat secara emosional dan psikologis. Bicara tentang pemenuhan kebutuhan interpersonal kita, pada saat kita berinteraksi dengan orang lain, bisa dilakukan melalui seluruh jendela indera kita.

Beberapa ahli mengemukakan beberapa definisi hubungan interpersonal yang hampir senada. Dicks (1951) dan Heider (1958) mendefinisikan hubungan interpersonal sebagai hubungan erat yang terjadi diantara dua individu atau lebih.

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah:

Percaya/trust. Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut: (1.) karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memiliki kemampuan, ketrampilan, pengalaman dalam bidang tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten. (2.) Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk. (3.) Kualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya akan tumbuh.

Prilaku suportif akan meningkatkan komunikasi. Beberapa ciri prilaku suportif yaitu: (1.) deskripsi: penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangannya. (2.) Orientasi masalah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan dan menentukan cara mencapai tujuan. (3.) Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. (4.) Empati: menganggap orang lain sebagai persona. (5.) Persamaan: tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan. (6.) Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri.

Sikap terbuka, kemampuan menilai secara objektif, kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi, pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah keyakinannya, profesional dan lain sebagainya.

Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif dan kerja sama bisa ditingkatkan, kita perlu bersikap terbuka dan menggantikan sikap dogmatis. Kita perlu juga memiliki sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya sikap saling memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas. Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan dan kerjasama antara berbagai pihak, tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan.

Penelitian lintas budaya terhadap masyarakata Jepang, China, dan Amerika yang dilakukan oleh Gudykunst (dalam Smith & Bond, 1995)membuktikan bahwa latar belakang budaya juga berpengaruh terhadap hubungan interpersonal seseorang. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa masyarakat dengan budaya timur lebih kooperatif, mau membantu orang asing yang ada dilingkungannya, lebih terbuka dan lebih berempati, sehingga hubungan interpersonal yang dibangun dapat berlangsung dengan baik dan memuaskan. Sedangkan masyarakat barat yang cenderung lebih tertutup, akan lebih sulit dalam menjalin hubungan interpersonal yang baik.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan interpersonal adalah tempat tinggal (House dan Wolf, 1978). Orang yang bertempat tinggal di daerah pedesaan atau kota kecil lebih mempunyai sifat menolong dan menerima orang lain dibandingkan dengan masyarakt kota.

Kualitas hubungan seseorang dengan lainnya dipengaruhi citra yang dimiliki orang tersebut. Jika citranya baik di mata orang lain maka hubungan interpersonalnya pasti baik, dan akan menentukan keberhasilan dalam bernegosiasi, berpromosi dan bertransaksi.

Karena itu citra juga merupakan aset yang sangat penting dalam berkomunikasi dengan orang lain. Citra adalah kesan kuat yang melekat pada banyak orang tentang seseorang, sekelompok orang atau tentang suatu institusi.

Orang yang ingin memiliki citra baik di dalam keluarganya atau di lingkungannya, maka ia harus bisa menunjukkan sebagai orang baik secara konsisten. Citra atau kesan terbangun melalui proses komunikasi interpersonal dimana orang banyak mempersepsi kepada kita atau sebaliknya.

Citra sangat dipersoalkan hanya pada seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannnya. Meski demikian tidak semua perbuatan dipersepsi secara benar, karena persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor.

Untuk lebih mendalam lagi, saya akan mencoba untuk mengetahui dimanakah posisi saya dalam membangun dan memelihara suatu hubungan dengan teman-teman saya. Sebagai pemberi ataukah penerima? Posisi saya dikatakan sebagai pemberi jika saya paling sering mengajukan pertanyaan kepada mereka, ”apa yang dapat saya perbuat untuk kalian?”. Sedangkan saya dapat dikatakan sebagai penerima jika saya paling sering mengajukan pertanyaan, “apa yang dapat kalian perbuat untuk saya?”.

Saya melakukan penelitian kecil terhadap teman-teman jurusan Ilmu Komunikasi. Saya berperan sebagai penerima selama seminggu dan berperan sebagai pemberi selama satu minggu pula. Secara kebetulan, kami memiliki tugas yang menumpuk dari para dosen.

Saat saya menjadi si penerima. Kami mengerjakan tugas Statistik Sosial. Saya selalu meminta jawaban dari tugas tersebut. Setiap saya meminta jawaban-jawaban dari mereka, saya merasa ekspresi mereka berbeda-beda. Ada yang bilang, “oh, ya udah copy aja”, “hah! Gua belum kelar! Liat yang lain aja dulu.” Saya meminta jawaban dari mereka hanya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak perlu capek untuk berpikir. Jadi, kasarnya pengen yang instan, nyontek aja deh. Padahal, mereka membuat jawaban itu dengan penuh kerja keras.

Saat saya menjadi si pemberi. Beberapa teman saya meminta bantuan yang sebenarnya itu sangat merepotkan saya dan sebenarnya mereka dapat melakukannya itu sendiri. Dan itu tidak terjadi hanya sekali dua kali, tetapi orang yang sama selalu meminta bantuan pada saya. Ini tandanya dia ngelunjak. Sudah diberi hati, justru minta jantung. Memang sih, saya terlihat sebagai cewek yang baik hati dan murah tangan, namun saya tidak bisa menolong mereka setiap saat karena apa yang mereka minta itu sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri. Hanya saja mereka malas dan ogah-ogahan.

Jika saya dijuluki penerima, berarti saya lebih banyak meminta sesuatu dari teman-teman saya dibandingkan memberi. Ini berarti saya memiliki sifat yang sangat “sentris pada aku” dalam menerapkan pendekatan hubungan. Hampir semua aspek, saya minta; bisa berupa gagasan, pendapat, bantuan kerja, bahkan sampai dalam bentuk barang atau uang dari orang lain. Kontak dan jaringan hubungan seperti itu cenderung hanya untuk keuntungan saya semata. Padahal itu sama saja saya telah menambah beban ke orang lain.

Sebaliknya jika saya pemberi, biasanya proaktif untuk menolong orang lain ketika teman-teman saya sedang menghadapi masalah. Tanpa diminta pun saya selalu siap membantu. Akan tetapi, apakah sifat seperti ini selalu baik? Saya harus berhati-hati, karena saya bisa disebut orang yang royal. Bahkan, saya bisa dijuluki altruistik yaitu berbuat melulu untuk kepentingan orang lain. Akibatnya, akan menciptakan kebergantungan orang lain pada saya. Bahkan kalau tak terkendali, saya merasa menjadi seorang hero. Ujung-ujungnya saya bisa bersifat angkuh. Jadi, sama buruknya dengan julukan penerima.

Sudah terbukti bahwa saya tidak bisa menjadi seorang pemberi. Mengapa? Karena itu sama saja menguntungkan mereka tanpa kerja keras. Mereka mendapatkan apa yang diminta secara cuma-cuma. Capek di saya, untung di dia. Saya lebih suka, ‘aku untung kaupun untung’. Jadi, saya tidak merasa dirugikan. Saya juga bukan tipe orang yang angkuh, segala hal bisa saya lakukan dan saya salurkan dalam bentuk bantuan terhadap orang lain. Lebih baik saya bisa melakukan sesuatu tetapi tidak dipublish ke khalayak. Justru akan merepotkan saya. Namun, hal itu juga jelek karena itu tidak membantu saya untuk maju. Kemampuan yang kita bisa tidak akan nampak dalam masyarakat. Oleh karena itu, ada kalanya kita harus menjadi seorang penerima dan ada kalanya kita harus menjadi pemberi. Kita harus pintar dalam menemptkan sesuatu hal dengan baik sesuai tempatnya.

Tujuan membangun hubungan antarsesama kolega kerja adalah terciptanya keharmonisan kerja. Basisnya adalah saling pengertian dan saling mengambil manfaat. Jika itu terwujud maka berarti dinamika kelompok tercapai. Bersama dalam suka dan duka; demikian yang bisa dianalogikan pada suatu keluarga harmonis. Di situ terjadi saling memberi dan menerima secara seimbang. Atau ada proses timbal balik secara alami. Apa yang menjadi ukurannya? Tidak mudah dihitung karena hampir semua aspek hubungan bersifat intangible atau hanya bisa dirasakan. Dalam prakteknya itu sangat bergantung pada bobot setiap aspek hubungan dan derajat kebutuhannya.

Jadi idealnya adalah ketika kita suatu waktu membutuhkan bantuan orang lain maka jangan lupa di kesempatan lain kita pun harus siap selalu membantu orang lain tersebut. Jika ini terjadi pada setiap anggota kelompok unit kerja maka cenderung setiap masalah yang ada bisa diatasi dengan lancar. Siapapun dia, akan sangat memungkinan menjadi katalis terciptanya suatu hubungan harmonis. Terjadilah apa yang disebut sebagai proses interdependensi yang tulus dan alami. Manfaat kerjasama timbal balik ini akan mampu meningkatkan kinerja individu, kelompok, dan kinerja perusahaan. Disinilah peran manajer menjadi sangat penting dalam membangun dan memelihara keharmonisan hubungan kerja sesama mitra.

Menurut Walster & Walster (1976), suatu hubungan interpersonal akan berlangsung lama apabila dalam interaksi antara kedua orang tersebut terjadi transaksi yang adil (equity). Dalam prinsip equity, keadilan akan terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam interaksi sosial sama-sama member dan menerima dalam proporsi yang seimbang.

Prinsip hubungan antar pribadi equity dapat diformulasikan sebagai berikut:


Dimana:

I : Input (masukan), yaitu hal-hal yang diberikan oleh si a kepada si b dalam interaksi sosial *.

O : Output (keluaran), yaitu apa-apa yang diperoleh dari interaksi sosial *.

* : I dan O dapat berupa materi maupun non-materi.

Menurut Byrne, The attraction Paradigm (1973) terdapat beberapa kunci sukses dalam hubungan antar-pribadi adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan penampilan diri agar menarik.

Berbicara tentang kesamaan kita dengan orang lain. Adanya kesamaan (similarity) antara diri kita dengan orang lain akan membuat kita saling menyukai (liking). Membicarakan kesamaan kita dengan orang lain akan lebih nyambung obrolannya dan mereka pasti merasa enjoy berbicara dengan kita karena merasa sehati. Membicarakan kesukaan orang lain. Orang akan senang dengan kita jika kita berbicara tentang hal-hal yang disukai mereka. Dengan begitu, mereka merasa dihargai dan dihormati oleh kita. Membuat orang merasa penting. Mengingat nama orang. Mengingat nama seseorang berarti mengingat seluruh diri orang tersebut sekaligus wujud perhatian kepadanya. Kita tidak boleh merasa rendah diri. Perasaan rendah diri akan menyebabkan kekakuan dalam pergaulan. Orang yang rendah diri biasanya terlalu memperhatikan kegagalan hidup dan kurang memperhatikan kisah suksesnya. Berpenampilan bersih dan rapi. Umumnya orang akan menyukai kebersihan dan kerapian. Biasanya, dilihat dari fisiknya. Menggunakan komunikasi verbal dan non-verbal yang menyenangkan. Dalam interaksi sosial dengan orang lain sering kali komunikasi verbal dan non-verbal yang dilakukan menyebabkan orang menjadi tidak menyukai kita. Makanya, kita dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sudah familiar di kalangan agar lebih nyambung dalam berbicara. Menyiapkan mental untuk menerima kritik. Jika kita mudah tersinggung dan cepat putus asa maka akan sulit bagi kita untuk berhasil dalam pekerjaan. Gunakanlah kritikan itu sebagai evaluasi kita untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya.

2. Persepsi terhadap orang lain

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi, mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Ini merupakan cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Persepsi merupakan hasil pemaknaan terhadap pesan. Cara-cara seseorang mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian bergantung pada unsur sosio-budaya dimana dia tumbuh sejak kecil/balita, yang meliputi: sistem-sistem keperayaan (beliefs), nilai (value), sikap (attitude); pandangan dunia (world view); dan organisasi sosial (social organization). Proses pembentukan persepsi terhadap orang lain dapat di deskripsikan sebagai berikut:


Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, antara lain:

1. Hal-hal di dalam diri sendiri

Sifat kepribadian, orang cenderung berasumsi bahwa orang lain akan berperilaku sama dengan dirinya. Pengalaman masa lalu, orang cenderung memindahkan pengalaman masa lalu ke dalam situasi baru yang dihadapinya. Keadaan emosi sementara, keadaan emosi seseorang pada saat pertama kali berjumpa akan mempengaruhi kesan terhadapa dirinya. Peran yang dipegang, jabatan atau fungsi yang kita pegang sering kali mempengaruhi cara kita melihat orang lain.

2. Hal-hal pada diri orang lain

Ciri fisik, beberapa penelitian bahwa orang yang rupanya baik akan dinilai memiliki kesan yang berbeda (lebih menarik) dibandingkan dengan orang yang rupanya jelek. Jenis kelamin, ada semacam stereotip bahwa wanita bersifat emosional, kurang rasional, kurang mandiri, mudah menangis, dan teliti dalam bekerja. Sedangkan pria lebih mandiri, tidak mudah menangis, dan lebih rasional. Asal suku, kesan yang kurang positif tentang orang dari suku tertentu akan menyebabkan kita kurang antusias membuat hubungan dengan orang dari suku tersebut. Usia, orang yang sudah tua dianggap lebih matang kepribadiannya dari pada orang yang masih muda.

3. Situasi saat hubungan interpersonal dilakukan

Dilihat dari konteks fisik, seperti ruang, meja kerja, penerangan, dan sebaigainya. Dilihat dari konteks sosial, seperti status sosial ekonomi, jabatan, prestise, dan sebagainya. Konteks-konteks ini sangat berpengaruh pada hubungan interpersonal antar-pribadi. Misalkan, saya mengajak rekan saya untuk mendiskusikan suatu proyek yang akan dibuat pada sebuah restoran. Hal ini akan menimbulkan persepsi dari rekan saya bahwa saya orangnya menyenangkan karena membicarakan tugas kantor di restoran, bisa sekalian makan dan mengobrol bersama. Situasi seperti ini menimbulkan keakraban yang lebih dalam satu sama lain sehingga hubungan kami menjadi lebih dekat dibandingkan dengan sebelumnya.

Komunikasi transaksional adalah salah satu teknik komunikasi yang dapat menunjang hubungan interpersonal yang baik dalam rangka mengatasi kekurangharmonisan hubungan interpersonal dengan orang lain karena kekurangmampuan kita berkomunikasi secara verbal. Dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah, “I’m ok, you’re ok!”.

Konflik adalah salah satu bentuk ketidakserasian yang disebabkan oleh tidak sejalannya pikiran antara kedua belah pihak yang terlibat dalam hubungan interpersonal. Terdapat strategi untuk penyelesaian konflik, antara lain:

1. Win-Lose Strategy

Masing-masing pihak ingin mengalahkan pihak yang lain dengan mengambil tindakan yang menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain. Penyelesaian dengan pendekatan ini tidak akan menumbuhkan perdamaian, karena pihak yang lain merasa dirugikan dan akan menaruh kebencian.

2. Lose-Lose Strategy

Penyelesaian dengan cara ini didasari oleh perasaan untuk melampiaskan kemarahan dengan melakukan tindakan yang merugikan kedua belah pihak. Dalam penyelesaian konflik seperti ini kedua belah pihak menjadi orang yang kalah.

3. Win-Win Strategy

Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik berusaha menciptakan suasana yang memberikan kesan bahwa tidak ada pihak yang kalah dengan berusaha menyelamatkan muka pihak lain (face saving strategy).

Gaya

Perilaku Karakteristik

Pembenaran Pemakaian

Penghindaran

Non Konfrontasi – mengabaikan atau melewatkan masalah.

Menyangkal masalah.

Perbedaan terlalu kecil atau terlalu besar untuk dipecahkan. Upaya pemecahan dapat merusak hubungan atau menimbulkan masalah yang besar.

Penyesuaian

Perilaku non asertif dan menyenangkan.

Koperatif bahkan dengan mengorbankan tujuan pribadi.

Tidak sepadan menanggung resiko kerusakan dalam hubungan atau ketidakharmonisan umum.

Menang/kalah

Konfrontasi, agresif, dan asertif.

Harus menang dengan jalan apapun.

Yang terkuat yang menang.

Harus membuktikan superioritas yang paling etis atau benar secara profesional.

Kompromi

Penting semua pihak mencapai tujuan dasar dan mempertahankan hubungan yang baik.

Agresif dan koperatif.

Tidak ada satu orang atau satu gagasan yang sempurna. Ada lebih dari satu cara yang baik untuk mengerjakan sesuatu. Kita harus memberi untuk menerima.

Pemecahan masalah

Kebutuhan kedua pihak adalah sah dan penting. Respek yang tinggi kepada dukungan timbal balik. Asertif dan koperatif.

Bila pihak-pihak mau secara terbuka membicarakan masalah, pemecahan yang menghasilkan keuntungan bersama dapat ditemukan tanpa setiap orang membuat konsesi yang besar.

Untuk membuat orang lain mengerti dengan apa yang telah kita berikan pada mereka itu tidak mudah. Seringkali kali saya melakukan pendekatan kepada orang yang baru saja dikenal. Saya mencoba untuk memperkenalkan diri pada mereka dan mencoba untuk menjalin pembicaraan yang akrab. Namun, hal itu tidak mudah. Saya sudah mencoba untuk enjoy berbicara dengan mereka, membicarakan mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan mereka seperti apa yang mereka suka, kegiatan yang mereka ikuti, dan sebagainya tetapi mereka belum mendapatkan feel yang saya harapkan. Ternyata apa yang saya lakukan itu belum cukup untuk membuat mereka mengenal lebih dalam pada saya. Saya sudah berusaha untuk terus menanamkan identitas saya ke dalam lubuk hati mereka dengan cara selalu memulai memahami, memaafkan, menyapa mereka. Syukur-syukur mereka mendapatkan atau memberi hubungan timbal balik pada saya. Jika tidak, maka saya dikatakan belum berhasil menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain secara tepat dan baik.

Memasuki era globalisasi, persaingan dalam dunia kerja menjadi semakin kompetitif. Agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lainnya, maka diperlukan tenaga kerja yang mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan kata lain, dibutuhkan tenaga kerja dengan performansi kerja yang baik.

Demi tercapainya visi dan misi dari perusahaan, suatu perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk perencanaan dan pengembangan SDM. Salah satunya adalah untuk proses seleksi karyawannya. Hal ini menyebabkan adanya suatu ekspektansi dari pihak pengelola terhadap kinerja karyawannya. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya dibutuhkan suatu usaha untuk mengidentifikasi factor-faktor apa yang menentukan performansi kerja individu, dan bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap performansi kerja. Hasil identifikasi tersebut akan sangat bermanfaat bagi perusahaan, sebagai masukan untuk proses seleksi karyawan.

Dalam melakukan pekerjaannya, banyak faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu, antara lain hubungan interpersonal. Kesuksesan karir dan tercapainya tujuan organisasi, ternyata sangat tergantung pada hubungan interpersonal yang efektif. Sehubungan dengan hal ini, pekerjaan dalam bidang penjualan yaitu salesperson, pantas mendapatkan perhatian lebih karena pekerjaan tersebut memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian perusahaan (Vinchur, Schipmann, dkk, 1998; Smee, 1990). Individu yang bekerja dalam bidang ini harus selalu siap menerima penolakan dari pelanggan, mencoba mencari pelanggan baru, dan mempertahankan pelanggan yang lama (Vinchur, Schipmann, dkk, 1998). Chan (2003) menyatakan bahwa saat ini konsumen butuh dikenali, diberi reward dan pelayanan yang baik. Oleh karena itu hubungan interpersonal yang baik, memegang peranan penting dalam kesuksesan individu yang bekerja dalam bidang penjualan. Ries & Ries (2002) menyatakan bahwa saat ini era dominasi periklanan sudah mulai berakhir, dan muncul era baru dalam menjual yaitu dengan public relations.

Selain dapat memfasilitasi pekerjaan kita, kehadiran individu lain membuat apa yang kita kerjakan menjadi lebih berarti dan dapat mengurangi stres kerja. Hubungan interpersonal yang baik sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan sosial dan kognitif, mengembangkan konsep diri yang baik, membantu individu dalam proses aktualisasi diri dan dalam membangun mental yang sehat. Di lain pihak, hubungan interpersonal yang buruk dapat menyebabkan individu terisolasi diri dari dunia luar, menjadi kurang pengetahuan, dipecat dari pekerjaan, menurun produktivitasnya, bahkan dapat menyebabkan gangguan psikologis dan gangguan kesehatan (Johnson, 1986; Cohen & Wiliamson, 1991).

Salah satu faktor yang berperan dalam membangun hubungan interpersonal yang baik adalah bagaimana individu mampu menampilkan kesan yang tepat pada situasi atau individu yang berbeda. Hal ini disebut sebagai self monitoring (Baron & Byrne, 1994).

Konsep self monitoring dikemukakan oleh Snyder (1974) sebagai kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reakdi orang lain atau berdasarkan factor internal seperti kepercayaan, sikap, dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Self monitoring pada individu berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga dapat terjalin suatu hubungan yang baik.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan interpersonal dan performansi kerja adalah minat. Anastasi (1997) menyatakan bahwa minat seseorang merupakan aspek penting kepribadian dan dapat mempengaruhi hubungan antarpersonal.

Noah (2001) menyatakan bahwa minat seseorang terhadap pekerjaan tertentu dapat menjadi dasar prediksi bagi kesuksesan pekerjaannya di kemudian hari.

Minat dapat didefinisikan sebagai kecenderungan yang menetap dalam individu untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu, dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu (Winkel, 1984).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan interpersonal yang dipengaruhi self monitoring, serta minat terhadap suatu pekerjaan memegang peranan penting dalam menentukan performansi kerja individu. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mampu menciptakan hubungan interpersonal yang baik.

Pada tahun 1982, Center Skills in the U.S Workforce, dan berdasarkan survey nasional yang dilakukan oleh serikat pekerja dan institusi pendidikan di Amerika Serikat, diketahui bahwa 90% pemutusan hubungan kerja didasarkan karena pekerja tidak mempunyai keterampilan interpersonal yang memadai (Johnson, 1986).

Tidak hanya di Amerika, tetapi di Indonesia pun banyak pekerja kita yaitu para salesperson yang tidak mencapai target penjualan. Kebanyakan dari kita cenderung menghindari sales dan menganggap pelayanan mereka kurang memuaskan. Tampaknya, dimanapun kita berada, hubungan interpersonal dapat menyebabkan kita diberhentikan atau tidak disukai, dilain pihak juga membuat kita dapat bertahan dalam suatu perusahaan atau organisasi.

Disini kita akan mengenal lebih jauh bagaimana pengaruh hubungan interpersonal, self monitoring, dan minat terhadap performansi kerja khususnya pada karyawan bagian penjualan.

Kebanyakan dari kita mendefinisikan salespersonal (Tenaga penjual) sebagai individu yang bekerja menawarkan dan menjual barang. Padahal, sales mempunyai peran yang besar dalam menunjang perekonomian perusahaan. Beberapa ahli seperti Russel (1974), Kotler (2000), dan Talet (2003) mendefinisikan salesperson dalam kerangka yang lebih moderen. Seorang tenaga penjual tidak hanya sekedar menjual namun merupakan pekerjaan yang sangat penting karena berhubungan dengan konsumen dan interaksinya dapat mempengaruhi kepuasan dan kesetiaan konsumen.

Albaun, dkk (1994) mengelompokkan tugas-tugas seorang tenaga penjual ke dalam tiga aktivitas yaitu aktivitas menjaul secara aktual (Actual Selling Activity), relasi dengan pelanggan (Customer Relation), mengumpulkan informasi dan berkomunikasi (Information Gathering and Communicating).

Performansi kerja adalah apa yang ditunjukkan oleh tenaga kerja selama ia bekerja, seperti produktivitas, kualitas barang atau jasa yang dihasilkan, tingkat absensi, dan hal-hal lain yang diterapkan oleh organisasi atau perusahaan (Schultz, 1994; Dessler, 2000).

Untuk mengetahui apakah pekerja atau karyawan bekerja sesuai dengan harapan perusahaan, maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap performansi individu sering disebut dengan performance appraisal, penimbangan karya, performance review, dan lain sebagainya (Munandar, 2001; Asnawi, 1999; Miner, 1992; Carrel, dkk, 1992).

Terdapat beberapa faktor, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu. Faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu antara lain adalah motivasi intrinsik (Dubrin, 1992; Schultz, 1994; Robbins, 2001). Salah satu faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu adalah minat. Minat seseorang merupakan aspek penting kepribadian dan dapat mempengaruhi berbagai segi kehidupannya. (Anastasi, 1997).

Selain minat dan motivasi, beberapa ahli seperti Jawahar (2001), Miller dan Cardy (2000), juga mengemukakan bahwa self monitoring dapat mempengaruhi performansi kerja individu. Individu dengan self monitoring yang baik (High self monitoring) akan lebih mudah beradaptasi sehingga dapat mempengaruhi performansi mereka.

Selain faktor intrinsik, terdapat beberapa faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu, seperti karakteristik dari organisasi atau perusahaan. Hal tersebut berkaitan pula dengan motivasi ekstrinsik. (Dubrin, 1992; Schultz, 1994; Robbins, 2001; Cascio, 2001).

Anastasia (1997) mengemukakan bahwa minat seseorang merupakan aspek penting kepribadian. Karakteristik ini secara nyata, dapat mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, kesenangan, serta hubungan interpersonal seseorang.

Untuk menjalin hubungan yang baik dengan individu lain, individu harus menampilkan kesan yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya tersebut. Hal tersebut perlu didukung oleh adanya kemampuan individu dalam memonitor dirinya.

Hal utama yang diinginkan suatu perusahaan atau organisasi adalah tercapainya tujuan organisasi, salah satunya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mecapai tujuan tersebut, suatu perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui apakah pekerja atau karyawan bekerja sesuai dengan harapan perusahaan, maka perusahaan perlu melakukan penilaian terhadap pekerjanya. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan melihat performansi kerja individu. Kriteria yang digunakan untuk mengukur performansi kerja individu biasanya ditetapkan perusahaan atau organisasi yang bersangkutan.

Banyak faktor yang mempengaruhi performansi kerja seseorang, antara lain uang yang dihasilkan, tantangan pekerjaan, kemauan individu untuk berkembang, dan bagaimana hubungan individu dengan lingkungan kerjanya.

Manusia selalu memerlukan dan berjumpa dengan orang lain dalam kehidupannya. Agar bisa diterima dan beradaptasi dengan baik, individu harus berusaha menjalin hubungan dengan individu lain. Dalam situasi apapun termasuk dalam lingkungan kerja, hubungan interpersonal memegang peranan penting. Bagi individu, hubungan interpersonal yang baik dapat menjadi faktor yang menentukan kesuksesan karir dan memfasilitasi pekerjaan. Individu juga mendapatkan dukungan social dari rekan sekerjanya, sehingga dapat mengurangi stres akibat tekanan pekerjaan. Hal tersebut dapat berdampak bagi produktivitas individu.

Dalam tim kerja hubungan interpersonal yang baik antara anggota tim, membuat tim kerja menjadi kohesif dan dapat bekerja secara optimal (Jehn & Shah, 1997). Pada individu yang bergerak pada bagian penjualan, hubungan interpersonal yang baik dengan konsumen sangat mempengaruhi performansi kerja individu. Jadi, bagi organisasi, hubungan interpersonal yang baik antara atasan dengan bawahan, antar rekan kerja, klien atau konsumen, dan pihak lain yang terkait merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai tujuan organisasi.

Jadi, dalam hidup bermasyarakat, manusia saling membutuhkan satu dengan lainnya, secara individu maupun kelompok. Tak bisa dihindari diantara mereka terjadi hubungan transaksional. Hubungan interpersonal yang baik sangat dibutuhkan bagi setiap individu agar terjalin jejaring yang bagus pula.

Self monitoring dan minat terhadap pekerjaan sebagai salesperson memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap performansi kerja.

Berikut tips-tips yang saya buat berdasarkan uraian diatas agar terciptanya hubungan interpersonal yang baik, yaitu:

Cara berkawan dan mempengaruhi orang, yaitu:

1. Remember the name, ingatlah bahwa nama seseorang adalah yang terpenting dalam segala bahasa dan bentuk penghargaan apapun. Bagi dirinya adalah suara yang terindah dari suara yang ada.

2. Appreciation, manusia sangat menghargai bila diberikan penghargaan secara tulus dan jujur.

3. Attention, berilah perhatian yang sungguh-sungguh kepada orang lain.

4. Proud, membicarakan diri sendiri tentang keberhasilan-keberhasilannya merupakan kesenangan tersendiri. Berbicaralah mengenai kesenangan orang lain.

5. Important, berbuatlah agar orang lain merasa bahwa dirinya penting dan lakukan hal ini dengan tulus dan jujur.

6. Good Listener, jadilah pendengar yang baik dan berilah dorongan agar orang lain berbicara mengenai dirinya.

7. Good Friend, buatlah kehadiran kita diperlukan oleh rekan-rekan kita.

8. Don’t Coca-Cola-Cup, jangan selalu mengkritik, mengutuk, maupun mengeluh.

9. Smile, berilah sesuatu yang sangat murah kepada teman (bagi kita – pemberi) akan tetapi sangat berarti (bagi yang menerima).

Cara untuk bekerja sama, yaitu:

1. Cara terbaik dalam perdebatan adalah menghindarinya.

2. Hargailah pendapat orang lain dan jangan mengatakan bahwa pendapatnya adalah: salah.

3. Akui kesalahan, bila kita bersalah akuilah secepatnya dan jelaskan kesalahan kita.

4. Berfikir positif, awali pembicaraan dengan cara yang bersahabat.

5. Usahakan agar orang lain berkata: ya-ya-ya.

6. Jangan memonopoli pembicaraan, usahakan agar lawan bicara kita mengambil bagian yang lebih banyak dalam pembicaraan yang bersemangat.

7. Apalah artinya nama, biarkan orang lain merasa bahwa ide-ide datang dari padanya.

8. Objektif, berusahalah untuk melihat dari sudut pandang orang lain dengan sejujur-jujurnya.

9. Rasional, bersikaplah simpatik terhadap keinginan serta ide-ide orang lain.

10. Motivasi, hadapi orang lain dengan motivasi yang tinggi.

Cara untuk memotivasi orang, adalah:

1. Pujian, awalilah dengan pujian dan ucapan terima kasih dengan tulus.

2. Jangan menuduh, bila orang lain dinilai bersalah, janganlah dituduh secara langsung.

3. Introspeksi, berbicaralah tentang kesalahan diri kita sendiri sebelum mempersalahkan orang lain.

4. Pertanyaan positif, bentuklah perintah-perintah kita dalam bentuk pertanyaan. Misalkan, “Bayarin dong!” bisa diubah dengan “Bisa minta tolong dibayarin terlebih dahulu tidak? Nanti sampai kantor, saya ganti. Maaf merepotkan.”

5. Harga diri, harus diusahakan agar orang lain tidak kehilangan muka.

6. Pujian (Praise), berikanlah pujian dalam prestasi sekecil apapun dan dukunglah atas usahanya.

7. Contoh yang baik (Good Examples), berikan gambaran reputasi yang baik tentang orang lain untuk dapat mendorong menjadi lebih baik.

8. Berpikir positif, gunakan dorongan semangat dan usahakan agar tiap kesalahan menjadi mudah untuk diperbaiki.

9. Happy, Buatlah orang lain merasa bahagia untuk melakukan hal-hal yang kita usulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R.A., & Byrne, D. (1994). Sosian Psychology: Understanding human interaction (7th Edition). New York: Allyn & Bacon.

Chan, S. 2003. Relationship marketing: Inovasi pemasaran yang membuat pelanggan bertekuk lutut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Singgih, Yulia D. G. 2008. Asas-asas Psikologi: Keluarga Idaman. BPK Gunung Mulia.

Clara. 2003. Hubungan antara pemonitoran diri (self monitoring) dengan hubungan interpersonal. Jurnal Psikologi Universitas Gunadarma. 1 (8), 11-24.

Jawahar, I.M. 2001. Attitudes, Self monitoring, and Appraisal behaviors. Journal of applied psychology. 86 (5), pp. 875-883.

Toha, Muharto & Hutrindo Erick. Diklat Teknis Komunikasi dan Presentasi Efektif – Hubungan Antar-Pribadi. Hotel Bukit Indah Ciloto, 17-22 Juli 2006

Mangkuprawira, Sjafri, “Hubungan Kerja: Pemberi atau Penerima” Style Sheet http://ronawajah.wordpress.com/2008/11/01/hubungan-kerja-pemberi-atau-penerima/, diakses pada 9 Desember, pukul 19.32 WIB.

“Tips Komunikasi Interpersonal” Style Sheet http://c3i.sabda.org/, diakses pada 9 Desember 2009, pukul 09.32 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar