Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

PERAN PESANTREN SEBAGAI PEMERSATU UMAT

Oleh Dwi Putri Rahmawati, 0806319860

Judul : Peran Pesantren di Tengah Masyarakat Mulai Kendor

Data Publikasi : http://www.depkominfo.go.id/

Peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

Istilah Pondok sendiri berasal dari Bahasa Arab (فندوق, funduuq), sementara istilah Pesantren berasal dari kata pe-santri-an. Pesantren merupakan sebuah pendidikan Islam yang mempunyai budaya tersendiri, berperan penting di bidang sosial keagamaan. Ziemek memandang bahwa pesantren merupakan pusat perubahan di bidang pendidikan, politik, budaya, sosial, dan keagamaan, bahkan pada perkembangan selanjutnya pesantren juga dapat menjadi salah satu pusat pengembangan masyarakat di bidang ekonomi.

Pesantren membawa misi dakwah, karena di dalamnya banyak santri yang datang untuk mendalami ilmu pengetahuan agama yang kemudian mereka akan menyebar keseluruh pelosok masyarakat untuk menyebarkan ajaran agama Islam dengan binaan aqidah dan spirit amal serta bermoral baik hingga tercipta kondisi yang stabil, aman dan nyaman, sejahtera dunia akhirat. Walaupun demikian pesantren tetaplah pesantren, semodern apapun ia tetap tumbuh dan berkembang dengan khas cita agama. Pesantren merupakan sebuah lembaga pengembangan generasi muslim yang mempunyai lingkungan dan tata nilai sendiri, berbeda dengan kehidupan masyarakat umum.

Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa Arab. Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting dalam beberapa negara, khususnya beberapa negara yang banyak pemeluk agama Islam di dalamnya. Pesantren menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional yang sudah mengakar di masyarakat, kini sudah mulai kehilangan perannya di kalangan rakyat seiring dengan arus modernisasi dan kompleksitas masalah sosial. Menurunnya peran pesantren terlebih mengelola konflik yang ada di masyarakat juga disebabkan krisis ekonomi yang berujung pada ketidakmandirian pesantren dalam mencari dana bantuan. Dahulu, pesantren sangat mandiri dan independen, karena mereka menguasai alat produksi yang mereka miliki dan karena kaya mereka mandiri, tidak bergantung pada pemerintah.

Akibat ketergantungan pesantren mulai merosot, maka sebagian kiayi yang menjadi figur dan pedoman masyarakat mulai menjadi partisan partai politik tertentu dan akibatnya peran pesantren sebagai agen pengelola konflik sudah mulai mati dan tidak terdengar lagi. Padahal dalam rekonsiliasi konflik perlu suatu lembaga independen yang tidak berpihak pada kelompok tertentu. Potensi pesantren sebagai aktor rekayasa sosial yang konstruktif dalam menagani konflik di masyarakat bisa dihidupkan kembali, apabila pesantren bisa diberdayakan sebagai penafsir budaya dengan menghadirkan bahasa perdamaian dan diperkuat dengan daya analisis sosiologi dan budaya tidak hanya agama.

Terkait adanya anggapan bahwa pesantren menjadi ladang subur bagi terorisme dan memicu lahirnya radikalisme para santri yang dikenal fundamental, Terorisme adalah tindakan kekerasan seseorang yang sudah terekspos oleh dunia kekerasan dan mereka menjadi sangat terdorong untuk melakukan tindakan tersebut. Tidak banyak kiprah pesantren untuk memberdayakan masyarakat dan tidak muncul lagi fenomena kerjasama terpadu antara santri dan masyarakat dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Sekalipun ada jumlahnya mungkin tidak banyak, sehingga gagasan-gagasan berkaitan dengan revitalisasi peran sosial pesantren secara massif masih mengalami stagnasi. Potensi pesantren sebagai agen pengelola konflik, bisa dihidupkan kembali, karena pesantren mempunyai modal kuat diantaranya secara sosiologis pesantren adalah arena pembauran antara etnis, tradisi dan adat dari berbagai daerah. Pesantren juga mempunyai konsep terkait dengan konflik, terutama dalam kaidah fiqih, seperti menolak kerusakan didahulukan dari pada menarik kemaslahatan. Juga ada prinsip yang melandasi tindakan penanganan konflik seperti tawazun (seimbang), tawassuth ( tengah-tengah), tasamuh (toleransi) dan al-adalah (keadilan).

Peneliti dari Peace Konflik Universitas Indonesia, Artanti Wardahany menuturkan lembaga agama mempunyai peran penting sebagai aktor pengelola perdamaian. Dalam agama ada nilai luhur yang mengajarkan tentang kemanusiaan dan perdamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar