Following Me are:

Jumat, Oktober 29, 2010

Informan 1 : Istantya Febriana Anindar (19th)

Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik UI/Teknik Bioproses

Agama : Islam

Tempat interview : Asrama Mahasiswa UI Depok

Waktu : Jum’at, 17 April 2009 pukul 19.00 WIB

DP : Menurut pandangan kamu, bagaimana konstitusi dan kebijakan dalam bidang keagamaan secara umum?

Is : Mmmm…., Islam itu menjadi agama yang mayoritas di Indonesia. Banyak dasar-dasar atau Undang-Undang yang berlandaskan hukum Islam. Sebagai contoh, Nilai-nilai Pancasila itu sebenarnya diambil dari nilai-nilai/ ajaran-ajaran Islam. Menurut gue, dalam konstitusi dan kebijakan, Indonesia masih belum teguh menjadi sebuah Negara yang Islami karena di Indonesia cukup banyak juga yang menganut agama selain Islam. Kebijakan di Indonesia masih belum kuat. Antara Islam dan Negara itu dijadiin satu. Jadi, peraturan Negara selalu berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang ada di Al-Qur’an. Islam sangatlah mendominasi rakyat, maka dari itu untuk pembuatan kebijakan di Indonesia masih memandang agama lain. Contohnya nih, rokok itu diharamkan dalam Islam dan Golput itu diharamkan oleh MUI. Pemerintah masih belum bisa memberikan ketegasan kalau gue bilang. Seharusnya nih ya, Indonesia mengeluarkan kebijakan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang ada di Al-Qur’an agar kehidupan rakyat dapat terkontrol. Tapi…,masalahnya, di Indonesia bukan cuma Islam aja yang dianut, agama selain Islam aja banyak banged!

DP : Lalu…, bagaimana dengan praktek kekerasan yang terus berlangsung dalam kehidupan antar umat beragama menurut kamu?

Is : Kekerasan yah? Mmmm…., misalkan aja nih ya. FPI (Forum Pembela Islam). FPI ini berusaha untuk menyampaikan atau mengingatkan umatnya dalam sesuatu hal, tetapi dengan cara kekerasan. FPI ini main hakim sendiri dan tidak berunding dengan pemerintah. Tindak kekerasan memang sudah diatur dalam Undang-Undang, tetapi pemerintah masih kurang tanggap dalam mengawasi perilaku FPI ini. Seharusnya, FPI berdiskusi dulu dengan pemerintah, kemudian baru FPI bisa mengambil tindakan berdasarkan rujukan pemerintah. Kalau menurut gue niy ya, FPI juga gak boleh disalahin gitu aja, soalnya pemerintah juga kurang tegas dalam pengawasan kasus seperti ini. Jadi, kurang cekatan gitu deh…!

DP : Berdasarkan pemikiran kamu, apa saja cara untuk menangani kasus-kasus tarekat/ konggregasi minoritas dalam satu rumpun agama?

Is : Apa ya? Mmmm…., kalau menurut gue, selagi kelompok minoritas tidak merugikan masyarakat lainnya, ya…..fine aja! Contohnya itu munculnya sekte-sekte agama gitu kan? Sekte itu merupakan gabungan dari beberapa agama lain. MUI menganggap sekte itu tidak benar, dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Padahal di dalam Undang-Undang sudah ada pengaturan tentang adanya kemerdekaan atau kebebasan dalam memeluk agamanya dan sesuai dengan keyakinannya itu. Menurut gue, yang menjadi masalah adalah cara mereka dalam menerapkan nilai-nilai yang ada dalam keyakinannya di masyarakat itu. Seperti contoh, Satria Pingitan. Dalam penerapannya, Agus mengaku utusan Allah. Pengikutnya melakukan hubungan sex dan selalu membuat gaduh dengan membunyikan musik dengan keras seharian. Hal itu dianggap sangat tidak wajar dan tidak sopan dalam masyarakat. Lagi-lagi pemerintahlah yang kalah tanggap dalam menangani forum-forum Islam tersebut. Jadi, harusnya Negara dan forum-forum Islam bekerjasama, supaya tidak ada lagi timbul dominan, seperti forum-forum tersebut yang main hakim sendiri tanpa sepengetahuan pemerintah.

DP : Bagaimana kamu menanggapi masalah seputar rumah ibadah pemeluk agama lain?

Is : Misalkan pada rumah ibadah milik sekte dibakar oleh kelompok mayoritas agama. Seharusnya, kaum sekte itu menjaga rumah ibadahnya karena sudah menjadi tanggung jawab mereka. Hal itu terjadi karena adanya penyimpangan, maka rumah ibadah yang sebagai kunci utama dibakar oleh kelompok mayoritas. Beberapa tahun yang lalu, pada saat Perayaan Natal tiba, gereja-gereja dibom oleh beberapa kaum islam dengan maksud berjihad (membela Islam). Mereka melakukan hal itu karena mereka menganggap gereja lebih banyak melakukan kegiatan maksiat.

DP : Apa tanggapan kamu mengenai keberadaan agama-agama lokal yang hadir sebelum agama-agama samawi masuk ke Indonesia seperti Kaharingan, dsb.?

Is : Agama-agama lokal berasal dari nenek moyang yang terdahulu. Sampai sekarang, agama-agama lokal ini masih ada yang diterapkan. Antara agama dengan budaya sudah bercampur menjadi satu. Hal ini dikarenakan warisan turun-temurun dari nenek moyang ke generasi selanjutnya. Sehingga, setiap daerah memiliki adat atau kebiasaan yang sudah melekat dengan budaya dan agama. Dalam hal ini, judul besarnya menggunaan agama, sehingga penerapan agama di kehidupan setiap daerah itu berbeda.

Informan 2 : Amanda Gracelia Oktora Napitupulu (18th)

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kesehatan Masyarakat UI/Gizi

Agama : Kristen Protestan

Tempat interview : Asrama Mahasiswa UI Depok

Waktu : Sabtu, 17 April 2009 pukul 09.45 WIB

DP : Menurut pandangan kamu, bagaimana konstitusi dan kebijakan dalam bidang keagamaan secara umum?

Am : Aduh..,aku gak tau Depe! Apaan? Tapi, aku coba jawab deh..! Menurut aku, konstitusi dan kebijakan dalam bidang keagamaan itu diatur secara universal. Maksud aku, mmm…., misalkan dengan contoh Pancasila. Ada yang bilang ke-5 sila Pancasila itu dibentuk dengan berdasarkan pada nilai-nila agama Islam. Tapi, aku gak setuju! Karena di dalam agamaku juga ada nilai-nilai pancasila itu. Jadi, bukan hanya di Islam aja tapi Kristen juga ada. Kristen mengajarkan nilai-nilai yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Setahu aku ya, Pancasila itu kan dibentuk bukan karena itu, tapi apa ya…aku lupa! Pokoknya di sejarah itu ada.

DP : Lalu…, bagaimana dengan praktek kekerasan yang terus berlangsung dalam kehidupan antar umat beragama menurut kamu?

Am : Kalau kekerasan secara fisik gitu aku belum pernah tahu. Tapi, aku tahu tentang penindasan perbedaan gender dalam hal melayani. Maksudnya ‘melayani’ itu, seperti yang memimpin kita untuk beribadah gitu. Sampai sekarang masih ada gereja yang menerapkan bahwa perempuan itu gak boleh menjadi Pastor. Kan selama ini gak ada Pastor cewek! Iya kan! Itu terjadi karena perempuan itu masih belum layak menjadi pemimpin. Kenapa gak boleh? Karena adanya perbedaan mengenai sudut pandang seseorang. Menurut aku, gereja-gereja yang seperti itu memiliki sudut pandang yang masih mengutamakan gender pria lebih tinggi dari pada wanita. Makanya, kenapa Kristen itu terbagi menjadi 2, yaitu Protestan dan Khatolik? Karena waktu itu dalam penyusunan Undang-Undang ada beberapa pihak yang tidak menyetujuinya, sehingga perbedaan sudut pandang mereka membuat pecahnya Kristen menjadi 2. Tapi, intinya sama. Walaupun tata cara ibadahnya gak sama, tapi tetep aja Tuhanku satu, Yesus.

DP : Berdasarkan pemikiran kamu, apa saja cara untuk menangani kasus-kasus tarekat/ konggregasi minoritas dalam satu rumpun agama?

Am : Emmmmm…., seharusnya Negara mempunyai badan khusus yang mengerti masing-maasing agama. Jadi, badan tersebut dapat langsung menangani aksi kelompok-kelompok minoritas. Contohnya, disekitar kita sebenarnya ada aliran saksi Yahova. Pada masa Gusdur, aliran ini sudah disahkan atau dilegalkan. Karena Gusdur beragama Islam dan tidak mengetahui secara baik bagaimana aliran itu bekerja, akhirnya Gusdur melegalkannya, padahal aliran tersebut sesat. Mereka menyesatkan Kristen karena ingin menjatuhkan Kristen. Memang mereka masuk dalam Kristen, tapi sebenarnya mereka berusaha untuk menjatuhkan Kristen.

DP : Bagaimana kamu menanggapi masalah seputar rumah ibadah pemeluk agama lain?

Am : Ada ya fakta di daerah Bekasi Timur, itu disana gak boleh mendirikan gereja. Aku gak tahu itu kenapa sebabnya. Jadi kalau mereka ingin beribadah, itu ada bangunan seperti ruko. Sehingga itu dapat mengganggu aktivitas ibadah sesame Kristen disana. Ada yang lagi berdoa, di gereja yang lain justru nyanyi. Sehingga tidak kusyuk dalam beribadah.

DP : Apa tanggapan kamu mengenai keberadaan agama-agama lokal yang hadir sebelum agama-agama samawi masuk ke Indonesia seperti Kaharingan, dsb.?

Am : Kalau sengertinya aku sih, agama-agama lokal itu dibawa dari nenek moyang kita dulu. Memang masih ada agama-agama lokal seperti itu tapi jangan terus dibiarkan saja. Sebaiknya, kita tuntun ke arah/jalan yang benar supaya masih tetap diterapkan. Kalau kita tidak menuntunnya ke arah yang benar, maka aku pribadi sebagai umat Protestan menganggap Tuhanku itu satu, yaitu Yesus, aku tidak menyembah siapa-siapa dong kalau agama-agama lokal tersebut tidak dibenarkan. Makanya, harusnya dituntun kea rah yang benar agar aku dapat menyembah yang ada, yaitu Yesus.

Informan 3 : Ni Wayan Aira Dharmayanti (19th)

Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik UI/Teknik Kimia

Agama : Hindu

Tempat interview : Asrama Mahasiswa UI Depok

Waktu : Sabtu, 17 April 2009 pukul 09.00 WIB

DP : Menurut pandangan kamu, bagaimana konstitusi dan kebijakan dalam bidang keagamaan secara umum?

Ni : Menurut aku, pemerintah kurang memperhatikan agama yang lain misalnya seperti lebaran Hindu aja kurang diperhatikan, dimana pemerintah lebih mementingkan kelompok mayoritas agama, seperti Islam, tapi kalau kebijakan dari pemerintah harus diperhatikan lagi, soal pendidikan agama dimana, pemerintah harus bisa menyupply guru-guru agama, dimana agama yang minoritas itu kekurangan guru, coba diperhatikan klo bisa turun langsung melihat disetiap daerah itu ada gak gurunya satu aja gitu, misalnya agama Islam satu, Hindu satu, Budha satu, kemudian yang tadi aku bilang tentang perayaan hari lebaran, hari-hari raya gitu, itu coba diperhatikan. Bagiku, Pemerintah kurang memperhatikan jadwal seperti kalender-kalender itu. Sedangkan jenis kalender itu kan jenisnya ada dua, yang kita umumkan adalah kalender Masehi, coba diperhatikan juga ada gak sih kalender lain yang itu sebenernya menurut semua agama yang lain juga itu bisa…jadi ada yang namanya kalender Bali, kalender Jawa dan itu harus diperhatikan juga, siapa tahu disitu ada juga kalender yang penting yang sebenernya seseorang atau masyarakat butuh. Mengenai masalah pengelompokkan, misalnya pengelompokkan jangan sesuai dengan agama, kemudian perhatikan setiap daerah, disana pasti ada diskriminasi tentang agama, dimana agama yang mayoritas digabung dengan minoritas dan minoritas merasa tertindas, jadi banyak diskriminasi di setiap daerah terutama yang berkaitan dengan agama.

DP : Lalu…, bagaimana dengan praktek kekerasan yang terus berlangsung dalam kehidupan antar umat beragama menurut kamu?

Ni : Kita kan tahu Indonesia mempunyai berbagai macam pulau, disitu juga banyak penduduknya, selain itu Indonesia juga, laju kelahiran dan pertumbuhan penduduk cepat dan padat. Nah, abis itu kurang data BPS nya dimana untuk memperhatikan. Walupun disitu ada mayoritas dan minoritas, seharusnya kayak ada peraturan lagi gitu untuk daerah itu dan peraturan UU. Jadi jangan menyiksa minoritas, karena minoritas juga punya hak dan kewajiban juga. Dimana minoritas juga kan apa juga bisa jadi kebanggaan. Ya adanya berbeda-beda seperti agama Islam juga yang lebih banyak dari pada Kristen dan Hindu. Penyebaran juga kalo misalnya bisa juga diperhatikan yang kayak transmigrasi terus urbanisasi itu setiap kegiatannya itu harus diperhatikan di propinsinya itu, propinsi itu udah banyak apa. Jadi kalo bisa tu diseimbangkan gitu, jadi disitu ada rasa apa sih…kerukunan, jangan ada pertengkaran. Abis itu pemerintah Indonesia juga kurang memperhatikan kesalahan-kesalahan, bukan kesalahan sih, tapi pemerintah sendiri tu ga terjun langsung, padahal disitu banyak pertengkaran, contohnya aja kayak di Papua, itu kan banyak terjadi pertengkaran antar suku, ras. Nah coba, pemerintah bisa mengatur lagi UU, dimana kita tau UU itu sering kita pahami dan kita teladani dan Pancasila, dan kedua konstitusi tersebut dapat membangun Indonesia dalam membangun pendidikan itu mengenai keagamaan.

DP : Berdasarkan pemikiran kamu, apa saja cara untuk menangani kasus-kasus tarekat/ konggregasi minoritas dalam satu rumpun agama?

N : Pemerintah belum, belum bisa, karena pemerintah tu cuma mengandalkan Menteri-menterinya dan bawah-bawahannya. Jadi pemerintah tu cuma dari beberapa orang aja, dari Kecamatan gitu yang mereka tu cuma tunjuk satu orang, disetiap daerah kan pasti ada Bupati, nah itu kurang bisa me…apa sih mengerti maksud dari suara-suara masyarakat, dimana banyak minoritas gitu. Klo misalkan permasalahan itu, pemerintah cuma memberikan kesempatan pada agama tersebut klo dia bisa mengembangkan diri, klo ga bisa ya tetep aja jadi minoritas. jadi pemerintah cuma memberi kesempatan untuk agama tersebut atau masyarakat yang mempunyai agama tersebut yang minoritas untuk mandiri, dimana minoritas itu berjuang sendiri tanpa campur tangan pemerintah.

DP : Bagaimana kamu menanggapi masalah seputar rumah ibadah pemeluk agama lain?

N : Kalau misalkan kita semua Hindu semua, Kristen semua kayaknya sama semua kayaknya bosen deh. Klo menurut aku, jadi seseorang itu butuh kerukunan, kerjasama juga butuh sosialisasi, jadi campur, tapi ada sebagian orang berpendapat juga kalo misalkan ada agama itu Hindu semua, itu jadi kayak orang tertutup gitu, jadi mikirnya cuma agama Hindu, kegiatan-kegiatan Hindu aja, ga ada yang Islam, ga ada yang Kristen, itu kurang jadinya antara masyarakat satu dengan masyarakat yang satu itu kurang ada toleransinya. Jadi, aku aja kadang mikir yah, di kampung Bali itu kan semuanya agama Hindu, tapi sukunya dari Jawa, itu kadang aku bosen ya walaupun disitu ada sih jelas perbedaan adat istiadat gitu. Klo aku sih pesen ajah, klo ada minoritas harus meningkatkan toleransi dan empati, dsb. Jadi klo di satu daerah itu Hindu semua kurang tentang rasa kerukunannya, rasa memiliki antar sesama gitu, tapi klo ada rasa membantu ya pasti ada lah klo satu agama. Klo berbeda agama tu kayaknya kurang deh, jadi klo misalnya ingin membantu sesama tu kurang. Meskipun klo ada minoritas disuatu daerah itu cuma ada satu, untuk menggerakkan hatinya itu untuk saling menolong, itu kayaknya ada gitu.

DP : Apa tanggapan kamu mengenai keberadaan agama-agama lokal yang hadir sebelum agama-agama samawi masuk ke Indonesia seperti Kaharingan, dsb.?

N : Agama dan keyakinan itu berbeda. Jika agama lokal diperhatiin, kayaknya ga juga deh, setiap orang kan punya keyakinan kan, jadi kenapa harus diganggu gugat kan? Ya itu terserah mereka, klo pun mereka kepercayaannya seperti animism, dinamisme, dan semacamnya, tapi dia masih menganut agamanya, itu tetep hak mereka, ga usah ikut campur dan ga usah dipermasalahkan, itu kan udah tujuan mereka dan pilihannya mereka, kan ada sih UU nya, setiap orang berhak memiliki masing-masing agama, apa itu menurut kepercayaan. Walaupun kepercayaan itu berbeda-beda, tapi klo agamanya tetep agama lokal, itu bukan sebuah masalah. Klo misalnya agama lokal ada permasalahan karena kepercayaan masing-masing, itu hak mereka untuk bersuara, karena suara itu kan harus dikeluarkan, setiap orang punya pendapat berbeda-beda. Jujur Hindu itu ada banyak, klo keyakinannya, ada Hindu Budha, Hindu Bali, Hindu India, itu aja berbeda, itu ada keyakinan berbeda, adat yang berbeda, itu tak masalah, yang diperlukan itu saling terbuka, Indonesia kan menginginkan semua masyarakat yang terbuka, maka dari itu semua berhak bersuara. Misalnya, Kaharingan, itu bukan agama, hanya keyakinan-keyakinan saja, klo itu justru untuk meningkatkan iman di, tidak ada masalah, asalkan jangan dipermasalahkan sampai ditampilkan di media, seolah-olah terjadi pengkotakan, dampaknya masyarakat dapat tidak percaya lagi dengan UU, sehingga agama itu menjadi sebuah ideology tapi tidak untuk mengatur semua masyarakatnya, bahkan masyarakat akan banyak yang melanggar peraturan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar